RMOL. Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang bergerak di sektor perdagangan memiliki masalah paling minim ketimbang pelaku UMKM yang memproduksi barang dan mem­berikan nilai tambah atau yang ada di sektor industri.

“Di Indonesia, ada 80 persen UMKM perdagangan dan tidak menghasilkan nilai tambah. Ke­banyakan barang impor. Tidak punya masalah dia,” kata ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani, kemarin.

Untuk itu, kata dia, pemerin­tah ke depan perlu memberikan dukungan bagi UMKM yang memberi nilai tambah atas ba­rang yang diproduksinya. 

“Mudahnya, UMKM jenis ini dikaitkan dengan ekonomi kreatif,” tuturnya.

Saat ini, kata Aviliani, sudah ada skema pendanaan yang cu­kup baik seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sayangnya, 70 persen KUR masih tersalurkan ke sektor perdagangan, bukan­nya industri. 

Hal itu disebabkan risiko kredit untuk industri lebih besar ketimbang kredit ke perdagan­gan. Perbankan pun enggan memberikan kredit ke industri yang tidak masuk dalam pem­binaan korporasi besar atau institusi pemerintah. 

Peneliti Indef Imaduddin Abdul­lah mengungkapkan, masalah uta­ma yang dihadapi UMKM adalah permodalan. “Berturut-turut beri­kutnya kesulitan pemasaran serta kurangnya keahlian,” ucapnya

Menurut Imaduddin, per­masalahan utama UMKM inilah yang perlu dijawab oleh Ang­garan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Memang, kata dia, pemerintah telah mengalokasikan dana Rp 5 triliun. Namun, apa itu bisa meng-cover yang tidak bisa diakses perbankan. 

Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM Bidang Penerapan Nilai Dasar Koperasi Abdul Kadir Damanik menyebutkan, sumbangsih UMKM terhadap negara tidaklah sedikit. Di In­donesia, jumlah UMKM yaitu 57,9 juta unit. 

“UMKM memberi kontri­busi terhadap PDB sebesar 58,92 persen dan kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja 97,30 persen,” ungkap Kadir. ***


Sumber: http://ekbis.rmol.co/

  • Berita/Post
Indef Administrator
, Indef
The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) is an independent and autonomous research and policy studies institution established on August 1995 in Jakarta
follow me

Leave a Reply

Close